Kamis, 11 Juni 2009

Jaringan Sosial di Internet

KabarIndonesia - Penasaran tentang mantan pacar atau bekas teman sekelas? Besar kemungkinan si dia bisa ditemui di Hyves, jaringan kawula muda Belanda di internet. Kamis kemarin(6/12), Hyves menyambut anggotanya kelima juta. Apa daya tarik Hyves? 'Lewat komputer bisa melongok rumah orang lain tanpa ketahuan'.

Halaman profil Judith(27 tahun) di Hyves memuat foto-foto kudanya. Dia menulis, gemar merek Zara dan Vero Moda, serta suka berlayar dan main ski. Pengunjung juga bisa membaca catatan-catatan kecil yang ditulisnya dan teman-temannya. Dua tahun lalu Judith menjadi anggota Hyves atas 'undangan' teman.

Baginya cara ini menarik melacak teman-temannya dulu dan bekas teman sekelas. Kini Judith setiap hari membuka situs dirinya dan membaca catatan.

Foto Anjing
Hyves merupakan jaringan sosial terbesar Belanda di internet. Skalanya bisa dibandingkan dengan jaringan internasional seperti Facebook atau MySpace. Di situs web Hyves setiap orang dapat menyusun profilnya. Di situ yang bersangkutan dapat memasang foto, menulis tentang hobi atau bercerita tentang buku yang sedang dibacanya.

Nama-nama teman yang memiliki profil Hyves dapat dicantumkan. Dengan cara ini mereka bisa 'mengumpulkan' ratusan teman.Hampir satu di antara tiga orang Belanda mempunyai profil di situs Hyves. Sejak didirikan tahun 2004, lima juta orang menjadi anggotanya. Keberhasilan situs ini berkat rasa ingin tahu warga Belanda, kata Marjolein Antheunis.

Dia meneliti jaringan sosial online di Universiteit van Amsterdam. Orang-orang ingin tahu apa yang dilakukan orang lain. Misalnya apakah mereka sudah punya anak atau berkarir. Antheunis: 'Lewat komputer kita bisa mengintip tanpa diketahui seseorang.'

Teman Virtual
Sering disangka kebanyakan pengunjung memperoleh teman baru melalui Hyves. Tapi itu tidak benar. Jaringan ini terutama dipakai untuk tetap berhubungan dengan kelompok teman lama, misalnya melalui pertukaran foto dan film. Judith Popkin memuat 66 'teman' di profilnya. Mereka adalah pengunjung situs Judith yang sudah diterimanya sebagai teman. Judith sudah mengenal mereka dari kehidupan nyata, sebelum mereka menjadi teman virtual. Ini berbeda dari pengalaman politisi, yang menjelang pemilihan, mendadak menjadi anggota Hyves. Dengan cara ini PM Belanda Jan Peter Balkenende mendapat 65 ribu 'teman'.

Hyves tidak hanya menarik bagi kawula muda. Menurut peneliti Antheunis makin banyak orang tua ikut Hyves, karena mereka sudah semakin pandai menggunakan komputer.

Masalah Intim
Yang mengherankan Antheunis adalah bahwa orang-orang tanpa rasa malu mencantumkan hal-hal intim di profil mereka. 'Mereka tidak sadar bahwa seluruh dunia dapat melihatnya.' Dan apa saja yang pernah dipubilkasikan di internet dapat ditemukan lagi. Calon majikan, misalnya, bisa menemukan foto-foto yang merugikan calon karyawan melalui mesin pencari Google.

Judith tidak keberatan setiap orang dapat membaca profilnya. 'Saya tidak malu menunjukkan foto-foto dan tulisan-tulisan.' Dia tentu merahasiakan apa yang tidak ingin dipaparkan secara umum. Untuk yang satu ini, seseorang baru bisa buka setelah jadi kawan Hyves-nya.



Efek Samping Jaringan Sosial Internet


Jaringan Sosial Internet (JSI) seakan telah menjadi candu baru bagi dunia. JSI seakan menjadi “Box Office” dan “Best Seller” produk informatika jaman modern ini.

JSI sendiri, menurut penulis, ada dua jenis, yaitu dengan moderator dan tanpa moderator. JSI dengan moderator bersifat umum, artinya informasi dari satu orang ditujukan kepada semua orang. Moderator berfungsi sebagai filter informasi. Contoh JSI dengan moderator adalah Yahoogroups. JSI tanpa moderator adalah JSI yang bersifat personal dan tanpa moderator. Satu orang bisa mengirim pesan kepada orang lain tanpa diketahui isinya oleh pihak lain. Contoh JSI tanpa moderator adalah Facebook (FB), Twitter, Friendster (FS) dan lainnya. Artikel ini mengulas JSI tanpa moderator.

JSI tanpa moderator melejit luar biasa cepat. Jaringan ini berkembang pesat terutama pada generasi muda. Mengapa JSI bisa berkembang pesat? Salah satu penyebabnya adalah gengsi. JSI seakan telah menjadi status sosial bagi kalangan generasi muda. Bagi sebagian orang, mereka yang tidak tergabung dalam JSI, otomatis akan merasa tersisihkan dari kalangan teman-temannya. Rasanya tentu tidak menyenangkan. Seperti seorang yang bukan penggemar sepak bola yang bergabung dalam kelompok diskusi sepak bola. Terasing. Tidak tahu apa yang diomongkan oleh teman yang lain. Jika demikian, lambat laun orang tersebut akan berusaha masuk ke dalam JSI.

JSI juga bisa dianggap menjadi ukuran gaptek tidaknya seseorang. Mengikuti trend terbaru, itulah yang sering dikatakan orang banyak. Maka jangan heran jika anak-anak SMP akhir dekade ini sudah mampu ber-internet-ria. Bandingkan dengan dekade yang lalu. (Penulis belajar “main” internet ketika kuliah.) Anak-anak SMA pun sekarang sudah membawa HP yang mampu mengakses internet. Demi menghindari kata “gaptek”, orang tua dipaksa membelikan HP seharga Rp 700 ribu sampai sejutaan. Padahal HP baru seharga Rp 300 ribuan pun ada. Semua ini dilakukan oleh sebagian orang demi menghindari cap “gaptek.”

Sebelum membahas dampak negatif JSI, penulis akan membahas manfaat JSI. Banyak orang mengatakan bahwa dengan JSI kita bisa lebih mudah terhubung dengan orang lain. Penulis dengan mudah bisa meninggalkan pesan pada saudara penulis yang tinggal di belahan bumi yang lain misalnya tanpa takut pesan tidak tersampaikan. Bandingkan dengan SMS yang kadang masih “failed”. Jarak dan kesibukan tidak menjadi halangan untuk menghubungi orang lain. Penulis rasa inilah satu-satunya manfaat JSI.

Sekarang bagaimana efek negatif dari JSI. Memang secara pasti tidak ada efek negatif JSI. Namun ada satu ancaman besar JSI terhadap penggunanya, terutama kaum remaja. Seperti kita ketahui bahwa remaja adalah orang-orang yang sedang mulai bersosialisasi. Mereka merasa bahwa dirinya sebentar lagi (tahun depan?) akan menjadi dewasa, sehingga berhak melakukan lebih banyak hal. Dan biasanya remaja tertarik dengan sesuatu yang kelihatan canggih. Bagi orang-orang ini JSI seakan menjadi sesuatu yang canggih, terutama pada kelompok remaja penggemar multimedia.

Di sisi lain, remaja-remaja jaman sekarang cenderung “bermental selebritis.” Artinya mereka ingin kelihatan gelamor, hebat, populer, memiliki banyak penggemar dan seterusnya. Nah, kedua hal ini, yaitu “mental selebritis” dan JSI, bisa saling mendukung. Maka hal-hal yang remeh-temeh pun mulai diungkapkan di JSI. Misalnya warna baju yang ingin dipakai besok pagi atau foto terbaru pada jam tersebut.

Memang tidak ada yang salah dengan hal-hal tersebut. Namun ada satu hal yang masih terlewatkan oleh sebagian orang, terutama kaum remaja. Bahwa sebuah kemudahan biasanya mengandung resiko yang lebih besar. Ada dua resiko yang bisa muncul. Pertama, JSI menjadi candu yang menyedot waktu dan energi penggunanya. Kedua, JSI menjadi “malpraktek” mode komunikasi.

Sebuah survei di AS dan Inggris menunjukkan bahwa banyak pekerja yang menggunakan fasilitas internet kantor untuk keperluan pribadi. Meski belum dibuktikan dengan survei, namun penulis duga banyak pelajar, mahasiswa dan orang muda yang menggunakan JSI dalam porsi “diatas normal.” Seorang psikolog di AS mengatakan bahwa jika Anda segera mengaktifkan koneksi internet pada HP begitu Anda lepas dari komputer (yang terkoneksi internet), maka itu merupakan tanda bahwa Anda telah kecanduan internet. Memang sampai saat ini belum ada masalah dengan penggunaan JSI ini. Namun trend yang ada cenderung untuk terus naik, seiring dengan keluarnya produk-produk telekomunikasi tercanggih. Jika hal ini tidak segera di tanggulangi, JSI akan benar-benar menjadi candu yang membuat “penggemarnya” sakaw.

Penulis rasa semula JSI dibuat agar menjadi sebuah “ruang pertemuan” raksasa yang tidak terikat dengan batasan ruang (dan waktu?). Penulis di Jogja sekarang bisa menulis pesan (bukan pesan pribadi) untuk teman yang di Jakarta. Minggu depan, seorang teman yang ada di Papua bisa nimbrung dalam “dialog” itu. Namun apa yang sebenarnya terjadi sekarang? Penulis melihat bahwa ada kecenderungan JSI, terutama FB, menjadi tempat untuk pamer pengalaman. Virus-virus selebritis telah merasuki pengguna JSI.

Dan yang lebih parah lagi, JSI, sebagai mode komunikasi alternatif, justru menggeser komunikasi tradisional. Bisa jadi gara-gara JSI, dua orang yang bertetanggaan tidak pernah lagi bertemu langsung selama berbulan-bulan. JSI mampu memutus hubungan sosial yang real diantara mereka yang kecanduan.

Bagaimana solusinya?

Bapa Suci Paus Benedictus XVI dalam suratnya menyambut Hari Komsos Sedunia 24 Mei 2009 (sudah terbit di awal tahun) mengatakan bahwa mode komunikasi modern hendaknya digunakan secara bijaksana dan bertanggung jawab untuk semakin memanusiakan manusia.

Melalui artikel ini penulis mengajak Anda semua untuk memanfaatkan JSI secara baik dan benar, sehingga peradaban manusia akan semakin berkembang.




Tren penggunaan blog dan jaringan sosial di internet

Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift:
Jaringan sosial internet dan situs blog semakin menancapkan kuku dalam dunia media. Di Indonesia juga terjadi booming dalam penggunaannya. Bukan hanya sebagai ajang kampanye, jualan produk tapi juga wadah gerakan sosial.


Bagaimana perkembangan dan seberapa efektif penggunaan blog maupun jaringan sosial di Internet untuk kampanye atau gerakan sosial? Berikut wawancara DW bersama praktisi internet, pemenang ajang kompetisi blog The BOBs Bahasa Indonesia, Pitra Satvika.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar